Dari Setahun Perjalanan Ujicoba Transaksi Jasa Lingkungan Di DAS Cidanau Banten

Pendahuluan 

Setahun lebih sudah ujicoba jasa lingkungan berjalan di DAS Cidanau, atau lebih dari tiga tahun sejak wacana hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan pertama kali digulirkan dihadapan stakeholder Cidanau. Perjalanan setahun tersebut, disamping memberikan pembelajaran (lesson learn) pada seluruh stakeholder yang terlibat dalam proses, juga telah mewujudkan bentuk kongkrit dari hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, serta dapat menjadi bahan evaluasi terhadap sistem dan mekanisme yang telah diimplementasikan untuk kemudian dilakukan penyempurnaan sistem dan mekanisme dimasa – masa yang akan datang.
Momentum dari bentuk kongkrit hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, dimulai ketika ditanda-tanganinya Nota Kesepahaman antara HD. Munandar Gubernur Banten selaku Ketua Dewan Daerah Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) dengan Direktur Utama pt. Krakatau Tirta Industri, yang kemudian ditindak lanjuti dengan Perjanjian Pembayaran Jasa Lingkungan antara Ketua Pelaksana Harian FKDC dengan Direktur Utama pt. Krakatau Tirta Industri dan Perjanjian Pembayaran Jasa Lingkungan antara Ketua Tim Adhoc FKDC dengan Ketua Kelompok Tani Karya Muda Citaman Ciomas dan Ketua Kelompok Tani Maju Bersama Cibojong Padarincang Kabupaten Serang pada pertengahan tahun lalu.
Sejak saat itu scheme yang terus dibangun dan dikembangkan di Cidanau, tidak saja menarik perhatian seluruh stakeholder yang terlibat dalam proses, tetapi juga menjadi perspektif baru dalam pola pembangunan hutan berbasis masyarakat di Indonesia, sehingga menarik perhatian stakeholder pengelola DAS lain untuk datang dan belajar bersama di Cidanau dalam kurun waktu delapan bulan terakhir, antara lain dari; DAS Brantas; DAS Nusa Tenggara Barat; DAS Bungo Jambi; DAS Sumber Jaya Lampung Barat; DAS Singkarak Sumatera Barat; DAS Bengawan Solo dan Forum DAS Nusa Tenggara Timur. Disamping memberikan perspektif baru, scheme ini diharapkan juga mampu memberikan aksesbilitas lebih luas kepada masyarakat di hulu DAS Cidanau kepada sumber daya alam, untuk menjadi landasan berbagai upaya peningkatan kemampuan ekonomi dan kesejahteraan, dengan tanpa bergantung pada manfaat hutan sebagai penghasil kayu.
Seluruh bentuk rangkaian proses dengan ikatan perjanjian pembayaran jasa lingkungan mulai dari hilir sampai dengan hulu, meskipun berjangka waktu selama 5 (lima) tahun. Namun belum bisa dijadikan jaminan untuk keberlanjutan implementasi konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, diperlukan perubahan atau reformasi dalam sistem dan mekanisme yang berlaku dewasa ini, baik dari kalangan private sectors, pemerintah, maupun nilai – nilai yang ada dan berlaku di masyarakat itu sendiri.
Hasil Dari Ujicoba Konsep 

Proses ujicoba yang sudah berlangsung selama satu tahun terakhir, dari sisi motivasi dan keinginan masyarakat lebih luas untuk masuk dan terlibat (willingness to accept) dalam scheme yang ditawarkan memberikan gambaran yang cukup menggembirakan. Saat ini tidak kurang dari 10 (sepuluh) kelompok tani yang berasal dari sekitar lokasi model, sudah mengajukan diri untuk mengikuti schema pembayaran jasa lingkungan dalam pola pembangunan hutan berbasis masyarakat di DAS Cidanau.
Di lokasi model sendiri, disamping telah mendorong anggota kelompok untuk menanam, memelihara dan mempertahankan pohon dengan jumlah yang lebih banyak dari jumlah yang disyaratkan dalam scheme pembayaran jasa lingkungan, juga telah memunculkan harapan, kesadaran dan alternatif baru dalam upaya peningkatan kemampuan ekonomi dan kesejahteraan, dengan lebih luasnya aksesbilitas yang diperoleh anggota kelompok kepada sumber daya alam yang ada di lahan milik dan/atau garapan mereka. Melalui optimalisasi pemanfaatan lahan dan memulai berbagai pengelolaan lahan, dengan cara – cara yang lebih ramah lingkungan.
Cukup beragamannya implikasi positif dari implementasi konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di lokasi model dan besarnya animo masyarakat dari sekitar lokasi model untuk terlibat dalam scheme yang ditawarkan, memberikan gambaran bahwa sistem dan mekanisme yang ditawarkan, disamping mampu memberikan manfaat dan mengakomodir sebagian kepentingan ekonomi masyarakat di hulu, juga memungkinkan untuk terbangunnya keseimbangan baru antara kepentingan ekologi, sosial dan ekonomi di kawasan tersebut.
Adanya transaksi jasa lingkungan atas upaya – upaya anggota kelompok, seperti; membangun, memelihara dan mempertahankan tegakan tanaman di atas lahan milik dan/atau garapan mereka yang diidentifikasi menghasilkan jasa lingkungan, telah mendorong mereka untuk melakukan optimalisasi pemanfaatan lahan, dengan tidak lagi bergantung pada kayu. Walaupun dalam kenyataannya insentif yang diterima, belum mampu menjadi alternatif pendapatan masyarakat yang kompetitif dengan kegiatan usaha lain dan menjadi solusi dari jerat kemiskinan yang mereka alami selama ini. Sementara itu belum sesuainya nilai jasa lingkungan yang diterima masyarakat, menyebabkan belum adanya jaminan bagi buyer, untuk masyarakat tidak melakukan penebangan (deforestasi) di lahan – lahan milik mereka.
Hasil lain yang cukup significant dari ujicoba konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, adalah munculnya kesadaran pemerintah untuk mulai membayar jasa lingkungan, sebagai konsekuensi pemerintah telah memperoleh keuntungan ekonomi atas pemanfaatan sumber daya alam dari DAS Cidanau. Kesadaran dan keinginan untuk membayar (willingness to pay) dari Pemerintah Provinsi Banten dan Kabupaten Serang, merupakan perubahan dan langkah maju dari paradigma, system dan mekanisme yang biasa dilaksanakan oleh pemerintah dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan hutan (rehabilitasi lahan dan konservasi tanah). Disamping tumbuhnya keinginan untuk membayar dari pemerintah, kalangan legislative Provinsi Banten juga mulai mewacanakan untuk membuat peraturan daerah yang diharapkan dapat memperkuat implementasi konsep di DAS Cidanau.
Tantangan FKDC ke Depan 

Dari proses ujicoba yang sudah berlangsung selama satu tahun terakhir, pekerjaan dan beban FKDC sebagai intermediary yang harus mampu mengakomodir kepentingan seller di hulu dan kepentingan buyer di hilir, tidak bertambah ringan. Paling tidak ada 4 (empat) pekerjaan besar yang harus dituntaskan, untuk dapat menjamin keberlanjutan implementasi konsep hubungan hulu hilir di DAS Cidanau, yaitu:
Menghitung Nilai Ekonomi Jasa Lingkungan DAS Cidanau 

Tujuan utama dari implementasi konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan, adalah untuk memberikan alternative penghasilan yang lebih kompetitif kepada masyarakat di hulu, ketika mereka melakukan upaya – upaya membangun, memelihara dan mempertahankan tegakan tanaman di atas lahan milik dan/atau garapan milik mereka. Sehingga mampu mendorong masyarakat, untuk tidak menebang tegakan tanaman di atas lahan milik dan/atau garapan mereka.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, diperlukan penelitian mendalam untuk menghasilkan pijakan dalam menentukan jumlah pembayaran yang akan diterima oleh seller, dengan didasarkan pada nilai jasa lingkungan yang dihasilkan oleh lahan – lahan milik masyarakat dan dengan memperhitungkan opportunity cost yang harus ditanggung masyarakat. Dan hasil valuasi dari nilai ekonomi jasa lingkungan itu pulalah, transaksi pembayaran jasa lingkungan dengan buyer dilakukan, sehingga formulasi ideal dari pembayaran jasa lingkungan tersebut untuk mencapai tujuan, adalah sebagai berikut: Willingness to pay ≤ Environment Services Payment ≤ Opportunity Cost.
Memperluas Pemahaman Jasa Lingkungan 

Meskipun ujicoba jasa lingkungan sudah berlangsung selama lebih dari satu tahun, namun belum semua stakeholder yang terlibat dalam pemanfaatan dan pengelolaan DAS Cidanau memiliki pemahaman yang cukup untuk dapat mendukung implementasi konsep. Bahwa implementasi konsep jasa lingkungan ‘sama’ dengan program bantuan atau bagian dari kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) atau bagian dari kegiatan Community Development (CD), masih berkembang dan tertanam dalam pikiran stakeholder tersebut. Untuk itu FKDC masih perlu melakukan upaya – upaya untuk membangun pemahaman stakeholder tentang jasa lingkungan, sesuai dengan pemahaman yang dimaksudkan dalam scheme pembayaran jasa lingkungan.
Pemasarkan Jasa Lingkungan Cidanau
 

Didasarkan pada besarnya animo masyarakat untuk masuk dalam scheme jasa lingkungan di DAS Cidanau, maka memasarkan jasa lingkungan dari DAS Cidanau menjadi upaya penting dalam membangun dan mengembangkan hubungan hulu hilir di DAS Cidanau. Bila didasarkan pada hasil penelitian Isabel van de Sand yang berkaitan dengan potensial buyer dari DAS Cidanau, maka pekerjaan FKDC sebenarnya tinggal mengidentifikasi dan menginventarisasi ulang potensial buyer tersebut untuk kemudian secara intens dilakukan pendekatan guna membangkatkan kembali keinginan mereka untuk membayar jasa lingkungan.
Karena hubungan hulu hilir tersebut akan dapat diwujudkan apabila dapat dibentuk equilibrium dari willingness to pay buyer dengan willingness to accept seller, oleh karena pengembangan dari ujicoba yang sudah ada dan sedang berjalan sangat tergantung dari kemampuan dan keseriusan FKDC untuk terus menggali potensial buyer jasa lingkungan DAS Cidanau.
Membentuk Lembaga Pengelola Jasa Lingkungan
 

Belum adanya regulasi yang mengatur system dan mekanisme pembayaran jasa lingkungan, sementara ini transaksi yang terjadi bersifat sukarela dan kepercayaan buyer pada pengelolaan yang dilakukan oleh Tim Adhoc FKDC, terutama transaksi antara FKDC dengan buyer jasa lingkungan Cidanau.
Oleh karena dana yang dikelola merupakan dana masyarakat (trust fund), maka untuk pengembangan lebih lanjut dari ujicoba yang sudah berjalan diperlukan lembaga yang tidak saja mampu menumbuhkan tingkat kepercayaan buyer dan seller, tetapi lembaga yang juga mampu mendorong potensial buyer jasa lingkungan Cidanau untuk mau membayar (marketable institution). Didasarkan pada kebutuhan tersebut, lembaga yang akan dibangun dan dikembangkan tidak saja mampu melakukan pengelolaan secara professional, tetapi juga harus terdiri dari orang – orang yang secara personal dikenal oleh masyarakat luas dan mampu mendorong kepercayaan buyer.
Kebutuhan Dasar Konsep 

Dalam kerangka menjaga keberlanjutan implementasi konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, maka diperlukan beberapa kebutuhan dasar yang dapat menjamin keberlanjutan implementasi konsep di DAS Cidanau, antara lain:
Jasa lingkungan menjadi bagian biaya produksi
 

Transaksi pembayaran jasa lingkungan yang dilakukan buyer dialokasikan dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) atau Community Development (CD), belum menjadi bagian dari biaya produksi (production cost), sehingga sangat rentan terhadap keberlanjutan pembayaran karena pengaruh factor – factor yang tidak berkaitan dengan proses produksi.
Kondisi tersebut akan berbeda bila jasa lingkungan menjadi bagian dari biaya produksi, pembayaran akan terus dilakukan oleh buyer selama perusahaan buyer beroperasi. Hal tersebut harus menjadi bagian yang dinegoisasikan FKDC kepada buyer dimasa – masa yang akan datang, sehingga system dan mekanisme jasa lingkungan di DAS Cidanau dapat berkelanjutan.
Sistem dan mekanisme keuangan pemerintah yang mengakomodir system dan mekanisme jasa lingkungan 

Dari pengalaman yang ada ketika pemerintah memiliki keinginan untuk membayar jasa lingkungan, adalah tidak adanya system dan mekanisme dalam manajemen keuangan pemerintah yang memungkinkan transaksi pembayaran jasa lingkungan dilaksanakan. Rencana transaksi dengan pemerintah, masih menggunakan istilah ‘bantuan keuangan’, belum menggunakan istilah transaksi pembayaran jasa lingkungan.
Hal tersebut menjadi penting untuk tetap menjaga pembayaran yang dilakukan pemerintah, karena bila tidak dilakukan perubahan dalam system dan mekanisme keuangan pemerintah. Persoalan yang dihadapi akan sama dengan pembayaran jasa lingkungan yang dilakukan oleh buyer dari private sector, yang alokasi dananya diambil dari dana CSR dan CD.
Regulasi 

Regulasi diperlukan untuk memperkuat implementasi konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, namun regulasi yang dibuat diharapkan tidak didasarkan pada pendekatan yang bersifat memaksa (repressive approach), karena harus dipertimbangkan pula bahwa di negeri ini beban dan kewajiban pengusaha jauh lebih besar dibandingkan fasilitas yang dapat mereka peroleh.
Sehingga dikhawatirkan regulasi jasa lingkungan akan menambah beban buyer, yang akan menjadi kontra produktif terhadap upaya penggalanan dana dari potensial buyer. Berkaitan dengan hal tersebut, regulasi yang akan dibuat diharapkan dapat mempertimbangkan hal – hal sebagai berikut: 1) Pemberian insentif kepada pemanfaat yang membayar jasa lingkungan yang dimanfaatkannya; 2) Mendorong pemerintah untuk membayar jasa lingkungan, yang proporsikan dari penerimaan (pajak, retribusi dsb) pemerintah atas pemanfaatan sumber daya alam dari DAS Cidanau; 3) Mendorong kesepakatan penggunaan scheme hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan, untuk kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah oleh stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan DAS Cidanau; 4) Mendorong pembentukan lembaga pengelola jasa lingkungan, yang independent dengan pengelolaan yang transparent, accountable dan professional.
Kebutuhan dasar konsep tersebut tidak hanya untuk kepentingan keberlanjutan implementasi konsep hubungan hulu hilir di DAS Cidanau, tetapi juga menjadi kebutuhan seluruh stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan DAS secara nasional. Sehingga untuk masa – masa yang akan datang secara bertahap peran pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dapat dikurangi, sejalan dengan peningkatan kemampuan dan pengetahuan masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan di wilayahnya.Diperlukan pula kerja keras dan keseriusan dari focus group discussion di tingkat nasional, untuk memformulasikan konsep implementatif yang tepat secara nasional dan mendorong pemerintah pusat untuk membuka ruang dan aksesbilitas bagi implementasi konsep hubungan hulu hilir dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah, dengan memperhitungkan kemungkinan masyarakat di hulu untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka. (suwung)

No comments:

Pages