Kelembagaan Pengelola Sebagai Jaminan atas Keberlanjutan Transaksi Jasa Lingkungan di DAS Cidanau Banten



Pendahuluan

Impelementasi konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau pada kurun waktu dua tahun terakhir, dirasakan oleh banyak pihak mampu memberikan warna baru dalam proses perencanaan dan pembangunan hutan berbasis masyarakat. Bahwa penerimaan pembayaran atas jasa lingkungan oleh masyarakat di dua lokasi model di hulu DAS, tidak saja memberikan pemahaman dan bukti kepada masyarakat adanya alternatif penghasilan yang dapat mereka terima ketika mereka melakukan upaya mempertahankan dan menambah jumlah tegakan pohon buah – buah dan kayu – kayuan di lahan mereka, tetapi juga mampu memasuki dimensi ruang yang lebih luas dalam tatanan sosial ekonomi yang ada di wilayah mereka.
Proses multidimensi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat pada dua lokasi model, telah mendorong tumbuhnya keinginan masyarakat di sekitar kawasan lokasi model untuk terlibat dalam proses. Tidak kurang dari tujuh kelompok tani hutan dengan jumlah anggota mencapai ± 500 orang dari wilayah DAS Cidanau yang telah mengajukan diri untuk terlibat dari scheme pembayaran jasa lingkungan, besarnya animi masyarakat untuk terlibat dalam scheme hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan, telah memberikan referensi baru kepada pemerintah untuk juga menyesuaikan konsep perencanaan dan pelaksanaan pembangunan hutan berbasis masyarakat yang biasa dilakukan selama ini. Sehingga mendorong beberapa stakeholder pemerintah untuk memulai membayar jasa lingkungan, disamping untuk melengkapi ujicoba yang sudah dilakukan dalam kurun waktu dua tahun terakhir, juga untuk mengevaluasi efektivitas dan effisiensi pendanaan pembangunan pemerintah untuk upaya – upaya reforestasi di lahan – lahan masyarakat, yang selama ini dianggap tidak pernah mencapai tujuan secara optimal.
Sementara implementasi konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme jasa lingkungan, juga mampu mewujudkan bentuk hubungan masyarakat dalam tatanan sosial ekonomi secara konkrit untuk satu satuan DAS. Dan yang paling penting mekanisme tersebut telah menyediakan ruang untuk masyarakat pengguna jasa lingkungan, terutama industri merealisasikan tanggung jawab sosial mereka kepada masyarakat (corporate sosial responsibility) dan merealisasikan bentuk partisipasi mereka untuk terlibat dalam upaya – upaya pelestarian lingkungan, sebagai bagian dari menjaga keberlanjutan sumber daya alam untuk menjamin keberlanjutan usaha yang mereka bangun dan kembangkan.

Keberlanjutan Konsep 

Didasarkan pada proses impelementasi konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau pada kurun waktu dua tahun terakhir, memberikan bahan – bahan kepada seluruh stakeholder yang terlibat untuk belajar secara bersama – sama (lesson learn), untuk kemudian mengevaluasi seluruh sistem dan mekanisme yang diberlakukan sebagai bahan penyempurnaan konsep dimasa – masa yang akan datang.
Hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa keinginan membayar jasa lingkungan (willingness to pay) dari pt. Krakatau Tirta Industri (KTI) dengan membayar jasa lingkungan sebesar Rp. 175.000.000,- (seratus tujuh puluh lima juta rupiah) per tahun dengan jangka waktu perjanjian pembayaran jasa lingkungan selama 5 (lima) tahun, adalah karena adanya jaminan pengelolaan dana pembayaran jasa lingkungan akan dilakukan dengan sistem dan mekanisme yang didasarkan pada prinsip – prinsip transparency, accountable, professional dan pemanfaatan dana yang sesuai dan tepat dengan sasaran. Disamping memberikan harapan akan ketersediaan air baku secara berkelanjutan, baik secara kuantitas maupun secara kualitas dimasa – masa yang akan datang.
Operator dari sistem dan mekanisme hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, untuk sementara dipegang oleh Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) dengan menunjuk Tim Adhoc sebagai operating executor, sebelum lembaga pengelola jasa lingkungan sebenarnya dibentuk. Lembaga yang nantinya diproyeksikan untuk membangun equilibrium dari keinginan membayar (willingness to pay) jasa lingkungan buyer dengan keinginan untuk menerima (willingness to accept) seller dari masyarakat, dalam upaya pembangunan hutan lestari dengan mengelola lahan – lahan milik masyarakat secara seimbang antara kepentingan ekologi dan kepentingan sosial ekonomi masyarakat.
Didasarkan pada peran penting sumber daya air dari DAS Cidanau dalam mendukung pembangunan ekonomi di kawasan industri di bagian Barat Provinsi Banten, maka pembangunan dan pengembangan lembaga pengelolaan jasa lingkungan di DAS Cidanau telah menjadi kebutuhan dasar, yang diharapkan dapat memberikan jaminan pada keberlanjutan implementasi konsep di DAS Cidanau. Disamping prinsip – prinsip di atas, lembaga tersebut juga harus mampu menumbuhkan kepercayaan buyer untuk membayar jasa lingkungan, karena kepercayaan buyer (trust fund) atas pengelolaan itulah menjadi modal dasar untuk pengembangan dan pengembangan konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau.
Disamping mampu menunjukkan transparansi, akuntabilitas dan profesionalisme pengelolaan dana pembayaran jasa lingkungan. Upaya – upaya konkrit pemerintah Provinsi Banten untuk terlibat secara intens dan memperkuat proses yang sudah berjalan, akan menjadi faktor pendorong yang akan mempercepat proses perluasan jangkauan pemahaman, pelayanan dan keragaman jenis jasa lingkungan yang bisa diperjual belikan dalam kerangka pembangunan hutan lestari di DAS Cidanau. Bentuk konkrit political will pemerintah dalam memperkuat proses yang sudah ada, disamping diwujudkan dengan merealisasikan pembayaran jasa lingkungan dan/atau mengikuti scheme yang sudah berjalan, juga dengan memfasilitasi terbangunnya kesepakatan antar stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam DAS Cidanau, seperti; untuk tata ruang, sistem dan mekanisme yang berkaitan dengan hubungan hulu hilir dan lain sebagainya. Dengan menuangkan kesepakatan – kesepakatan tersebut dalam peraturan daerah (PERDA), yang prosesnya melalui mekanisme partisipatif dari seluruh stakeholder yang terlibat, sehingga kepentingan mereka dapat diakomodir dan merasa dilindungi.
Dengan demikian seluruh proses pembangunan kelembagaan dari hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau bersifat partisipatif, memberikan akses kepada seluruh stakeholder mulai dari hulu sampai dengan hilir untuk terlibat secara aktif dalam pembangunan dan pengembangan hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau. Sementara pemerintah tidak lagi bertindak sebagai operator, tetapi memposisikan diri sebagai motivator, fasilitator dan regulator yang selalu mengupayakan pengembangan, perkuatan dan perbaikan sistem dan mekanisme yang diterapkan.

Penutup

Proses yang terjadi di DAS Cidanau harus disadari sebagai langkah awal yang masih memerlukan waktu panjang, untuk sampai pada kondisi ideal yang dapat mengakomodir kepentingan masyarakat di hulu dan dihilir DAS Cidanau, serta kepentingan pemerintah dalam upaya memberikan jaminan keberlanjutan pembangunan.
Masih banyak hal yang harus dibangun dan dikembangkan, mulai dari kesadaran dan kegiatan ekonomi masyarakat di hulu sampai dengan kesadaran dan partisipasi masyarakat di hilir untuk terlibat secara aktif dalam berbagai upaya pelestarian. Termasuk didalamnya membangun dan mengembangkan saluran – saluran yang menghubungkan kedua kelompok masyarakat dalam sebuah hubungan konstruktif yang saling menguntungkan, dengan berlandaskan pada keseimbangan kepentingan ekologi, sosial dan ekonomi.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah keinginan pemerintah untuk terus melakukan perubahan, sejalan dengan perkembangan sistem dan mekanisme inovatif yang ada dan terjadi di masyarakat. Karena apabila itu tidak dilakukan, perkembangan berikutnya dari sistem dan mekanisme inovatif tersebut akan menghadapi kendala dan hambatan yang justru datang dari sistem dan mekanisme pemerintah sendiri (pra).

No comments:

Pages