Akhirnya pt. Tirta Investama yang akan membangun pabrik air minum dalam kemasan (AMDK) hengkang dari Desa Curug Goong Kecamatan Padarincang, hengkang dari Kabupaten Serang dan dari Provinsi Banten. Menyisakan pergelutan yang berkecamuk dalam pikiran kita masing-masing dan mudah-mudahan tidak dimasyarakat, karena keputusan hengkang tersebut lebih karena faktor-faktor yang tidak jelas duduk perkaranya, selain kekhawatiran-kekhawatiran dan ketidak jelasan sikap pemerintah dalam menyelesaikan persoalan yang berkembang.
Benarkah rencana investasi yang didasarkan pada hasil kajian ahli-ahli hydro-geologi dari Fakultas Geologi Universitas Padjadjaran itu akan akan menimbulkan dampak yang luar biasa pada lingkungan, hingga menyebabkan hilangnya sumber air minum bahkan mengeringkan air untuk sawah-sawah masyarakat dengan luas ratusan bahkan ribuan hektar kelak? Benarkah rencana eksploitasi air tanah oleh pt. Tirta Investama itu akan mengurangi debit air Sungai Cidanau, seperti kekhawatiran pt. Krakatau Tirta Industri yang nantinya akan mengganggu supplai air ke masyarakat dan industri Kota Cilegon?
Padahal saat ini ada beberapa perusahaan AMDK yang sudah beroperasi disana, memanfaatkan air permukaan, yang artinya mengurangi jatah air yang bisa digunakan oleh masyarakat, jatah air untuk kepentingan air bersih maupun untuk irigasi. Mengurangi debit Sungai Cidanau, karena AMDK dari perusahaan-perusahaan tersebut dibawa keluar dari DAS Cidanau. Secara prinsip kegiatan perusahaan-perusahaan itu hampir sama dengan hal yang akan dilakukan oleh Tirta Investama, tetapi anehnya perusahaan-perusahaan tidak dipersoalkan oleh masyarakat yang mempersoalkan kehadiran Tirta Investama atau oleh siapapun yang memberikan komentar menolak kehadiran Tirta Investama.
Atau sudah benarkah standar yang kita berlakukan dalam memperlakukan investor-investor yang datang ke wilayah kita selama ini? Pendekatan dan komunikasi yang telah dibangun dengan para investor itu dalam kerangka pembangunan wilayah sebagai bagian dari upaya peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Jangan-jangan kita hanya menjadikan mereka sapi perahan, dengan mengatasnamakan kepentingan masyarakat dan aturan tetek bengek yang mengerenyitkan dahi mereka.
Berbagai pendapat yang bernadakan kekhawatiran dan kebahagiaan atas hengkangnya pt. Tirta Investama, kemudian merebak di koran-koran lokal dari para tokoh formal maupun informal. Membingungkan masyarakat terhadap persoalan sebenarnya, mungkin seperti halnya kebingungan masyarakat pada begitu banyaknya pasangan bakal calon Walikota Serang atau banyaknya partai politik yang harus mereka pilih pada pemilu yang akan datang.
Apapun pendapat dan keputusan yang dipilih oleh pemeritah dan/atau elit-elit masyarakat untuk kasus Tirta Investama, bisa jadi masyarakat yang menjadi korban. Karena mereka kehilangan kesempatan untuk pekerja di pabrik AMDK Tirta Investama yang akan mempekerjakan paling tidak 150 orang, baik yang memiliki keterampilan khusus maupun yang tidak memiliki keterampilan khusus. Atau hilangnya kesempatan masyarakat yang lebih luas menjadikan multiplier effect ekonomi yang timbul dari keberadaan pabrik AMDK Tirta Investama, sebagai landasan upaya peningkatan ekonomi dan kesejahteraan mereka.
Atau raibnya kesempatan untuk memperkuat pembangunan berbagai infrastruktur atau pembangunan sarana dan prasarana desa-desa di Kecamatan Padarincang, dengan memanfaatkan dana pembangunan desa sebesar satu milyar rupiah yang pernah disampaikan Tirta Investama. Itupun kalau para pihak yang terlibat memiliki willingness untuk percepatan upaya pembangunan dan penguatan perekonomian masyarakat desa, manfaatnya tentu akan dirasakan oleh masyarakat secara luas, bahkan akan juga dinikmati oleh masyarakat yang berasal dari luar Kecamatan Padarincang. Masyarakat tetap akan merasakan manfaatnya, apabila kita mengikuti pikiran yang akan memanfaatkan dana itu untuk pembelian sembilan bahan pokok (sembako) dan kain sarung yang dibagi-bagikan kepada masyarakat yang memerlukan sekaligus untuk persiapan mereka lebaran, hanya mungkin tidak semua masyarakat Padarincang yang memerlukan akan menikmati sembako dan kain sarung tersebut karena jumlah dananya mungkin tidak akan mencukupi. Tetapi itu tentu bukan pilihan yang bijaksana apabila dana tersebut diperuntukkan bukan untuk kepentingan produktif, karena itu sebaiknya kita bertanya dulu kepada Bupati Serang berapa dana pemerintah yang dialokasikan untuk Kecamatan Padarincang guna pembangunan sarana dan prasarana itu per tahun, jangan-jangan dananya tidak sebesar itu.
Atau bisa jadi masyarakat benar-benar terlindungi, tidak saja dari kerusakan lingkungan hidup tetapi juga dari perubahan struktur sosial maupun budaya karena adanya pengaruh orang-orang baru yang mungkin berbeda secara cultural, yang secara signifikan akan mempengaruhi dan/atau merubah struktur social dan cultur masyarakat yang ada saat ini, terlepas apakah pengaruh itu baik atau buruk.
Masyarakat tetap menjalani kehidupan seperti masa sebelumnya, tetap mengelola sawah sepanjang tahun tanpa harus takut kekurangan air, meski sawah itu kini hanya sawah garapan bukan lagi milik mereka. Puluhan bahkan ratusan dari mereka memfungsikan kebun dan badan air juga sebagai tempat “paterusan”, menebarkan aroma tak sedap di udara yang berbaur dengan harum bunga kopi, hingga menjadi aroma yang aneh. Harus menuruni lembah ratusan meter untuk mendapatkan air bersih dan mungkin merambah ke Cagar Alam Rawa Danau karena ketiadaan lahan untuk bertani dan memenuhi kebutuhan perut.
Kehidupan yang ditakutkan musnah akibat rencana investasi Tirta Investama oleh seorang penyair, karena menjadi aliran ilham dari keindahan panorama alam yang berhiaskan gemericik bening air diantara bebatuan dan peluh keluh petani penggarap sawah, untuk hasil yang barangkali hanya cukup untuk makan semusim, tidak lebih. Sawah yang juga menjadi tempat bermain anak-anak petani, meniup suling di punggung kerbau di senja muda, atau mencari belut di pematang-pematang sawah.
Betapapun hengkangnya Tirta Investama dari Kabupaten Serang menjadi pembelajaran yang sangat berharga ntuk seluruh lapisan masyarakat dan juga pemerintah, untuk kemudian bisa menempatkan diri secara tepat dalam proses investasi dan perencanaan pembangunan wilayah di masa-masa yang akan datang. Karena bila pola komunikasi yang dibangun masyarakat dan pemerintah kepada Tirta Investama tetap dipertahankan, bisa jadi investor akan mengalami mimpi buruk bila datang ke Kabupaten Serang atau Provinsi Banten pada umumnya. Dan artinya mimpi buruk pula untuk upaya pembangunan ekonomi di Kabupaten Serang dan/atau Provinsi Banten, karena investor dipastikan akan dengan senang hati meninggalkan Kabupaten Serang dan/atau Provinsi Banten mencari tempat investasi lain yang lebih menjanjikan, betapapun strategisnya Kabupaten Serang dan/atau Provinsi Banten secara geografis.
Atau bila tidak ada pemahaman batasan-batasan dan orientasi pembangunan yang jelas untuk investasi yang bisa dan boleh masuk ke wilayah Kabupaten Serang dan/atau Provinsi Banten sesuai dengan daya dukung lingkungan dan social capital yang ada, Kabupaten Serang dan/atau Provinsi Banten akan disesaki oleh investor-investor sampah yang hanya melulu berorientasi pada profit, dengan mengabaikan benefit untuk wilayah dan masyarakat. Mencemari lingkungan, mengabaikan hak-hak buruh untuk hidup layak, hanya berpatokan pada UMR atau malah menggunakan tenaga outsourching agar investor tidak harus menanggung konsekuensi ekonomi akibat mempekerjakan buruh. Padalah batasan pembangunan ekonomi menurut Emil Salim dalam sebuah kesempatan seminar, adalah ketika pembangunan ekonomi dalam bentuk apapun harus mampu memberikan manfaat (profit dan benefit) ekonomi kepada masyarakat dan wilayah sekitarnya.
Investasi dan/atau upaya pembangunan ekonomi apapun bentuknya merupakan pilihan, pilihan untuk diterima atau ditolak. Dan alangkah indahnya apabila penerimaan atau penolakan itu benar-benar didasarkan pada pemahaman serta pengetahuan masyarakat pada rencana investasi dan/atau rencana pembangunan ekonomi dikaitkan dengan daya dukung lingkungan, kondisi social capital itu sendiri. Dan atas dasar pemahaman dan pengetahuan tersebut, dibangun kesepakatan untuk menerima atau menolak dengan mengedapankan azas musyawarah sebagai representasi demokrasi.
Namun sebelum itu dilakukan, biarlah para pakar dan ahli bekerja terlebih dahulu, memberikan jastifikasi atau professional adjustment untuk menentukan kelaikan rencana investasi dan/atau pembangunan ekonomi itu. Agar persoalan benar-benar ditangani orang yang tepat, sesuai dengan urusannya dan agar masyarakat awam tahu betul apa yang harus dilakukan berdasarkan jastifikasi atau professional adjustment pakar dan ahli itu, tidak harus terburu-buru mengambil kesimpulan dan keputusan untuk menerima atau menolak rencana investasi dan/atau pembangunan ekonomi tanpa landasan yang cukup kuat, yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan polemik atau bahkan konflik diantara masyarakat sendiri.
Tantangannya adalah bagaimana kemudian pemerintah membangun system perencanaan yang benar, dengan kepastian hukum yang kuat, mengedepankan semangat good corporate governance. Membangun pemahaman masyarakat, menyampaikan jastifikasi atau professional adjustment pakar dan ahli tersebut sesuai dengan bahasa yang dipahami oleh masyarakat tanpa dilandasi oleh kepentingan apapun diluar kepentingan pembangunan ekonomi untuk upaya peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Disisi lain masyarakat harus open mind dan mempercayai berbagai informasi yang disampaikan pemerintah, atau meminta jastifikasi atau professional adjustment dari pakar dan ahli lainnya yang lebih dipercaya apabila tidak yakin dengan jastifikasi atau professional adjustment pakar dan ahli sebelumnya. Agar masyarakat yakin benar dengan kesimpulan dan keputusan yang akan diambil, sehingga masyarakat tidak harus kehilangan kesempatan untuk membangun wilayah mereka atau terlindungi dari dampak lingkungan yang mungkin muncul dari rencana investasi atau pembangunan ekonomi tersebut.
Pada tahapan itu peran tokoh, organisasi dan lembaga swadaya masyarakat menjadi penting untuk melindungi hak-hak masyarakat, membangun serta mendorong masyarakat untuk benar–benar memahami persoalan sesuai dengan substansinya.Jadi mau kita apakan tanah, air dan udara yang kita miliki itu tergantung pada pikiran dan keinginan kita sendiri. Mau kita jadikan semua itu sebagai berkah dan hidayah dari Pemilik Alam Semesta ini untuk kemakmuran secara berkelanjutan, kita sia-siakan atau kita kuras habis tanpa tersisa, seolah-olah besok kiamat akan datang. Pilihannya ada pada kita dan kearifan kita, dalam membangun diri kita sendiri dan sesama kita sebagai perwujudan “bebrayan agung” (tole).