Beberapa bulan terakhir ini, masyarakat di Kabupaten Serang disibukkan dengan hingar bingar rencana pt. Tirta Investama yang akan membangun pabrik air minum dalam kemasan (AMDK) di Desa Curug Goong Kecamatan Padarincang. Rencana investasi tersebut menjadi menarik untuk dicermati bukan karena adanya penolakan masyarakat, yang melakukan pola-pola pergerakan seperti umumnya dilakukan oleh masyarakat dalam mengekspresikan aspirasinya. Seperti melakukan demonstrasi di pusat-pusat pemerintahan, melibatkan pers untuk membangun opini, menggalang dukungan dari berbagai lapisan masyarakat untuk membangun kesan kuatnya penolakan masyarakat dan lain sebagainya.
Rencana investasi itu menjadi menarik untuk dicermati ketika setelah sekian bulan belum ada tindakan konstruktif dan/atau kebijakan pemerintah yang dilakukan dan/atau dikeluarkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada dan berkembang, Pemerintah Banten maupun Serang seperti membiarkan investor menyelesaikan sendiri semua permasalah yang ada.
Alih-alih memfasilitasi atau membantu menyelesaikan permasalahan yang diantara investor dengan masyarakat, Pemerintah Kabupaten Serang malah mencabut untuk sementara tanpa batas waktu ijin yang telah diberikan kepada investor. Sebuah kebijakan yang pantas untuk disayangkan, karena bisa jadi ketika Pemerintah Kabupaten Serang memberikan ijin kepada investor tanpa melakukan konsultasi publik (public hearing) terlebih dahulu. Lalu pertanyaannya, apa dasar dan landasan Pemerintah Kabupaten Serang ketika memberikan ijin?, kalau dalam kenyataannya masyarakat Padarincang sendiri kemudian menolak. Kondisi itu memberikan gambaran kepada siapapun bahwa tidak ada komunikasi apapun yang dibangun dan terbangun ketika ada rencana investasi di suatu wilayah direalisasikan, komunikasi pembangunan antara pemerintah dengan masyarakatnya.
Masing-masing pihak punya keinginannya sendiri-sendiri, terkesan memaksakan kehendak tanpa pernah mau membuka diri untuk mencari jalan keluar yang terbaik, arif dan adil bagi pihak-pihak yang berkepentingan, dengan tanpa mengorbankan dan membebankan siapapun. Lalu untuk apa Gubernur Banten dan Bupati Serang melanglang buana, mencari dan mengundang investor-investor dari mancanegara, bila investor yang ada didepan mata, tidak di fasilitasi dengan baik, dilindungi dengan sistem dan mekanisme pemerintah, tetapi seperti dibiarkan terperangkap dalam konflik berkepanjangan dan harus menyelesaikan semua masalahnya sendirian.
Kita memang wajib untuk berhati-hati dengan rencana investasi yang datang ke Kabupaten Serang dan Banten pada umumnya, jangan sampai investasi yang datang menggunakan teknologi yang tidak ramah lingkungan. Sekalipun kita sangat memerlukan banyak investor untuk membangun Kabupaten Serang atau bahkan Banten, bukan berarti kita harus menggelapkan mata dan hati untuk menerima berbagai investasi yang berpotensi untuk merusak lingkungan Banten. Karena apabila sampai terjadi degradasi lingkungan akibat kegiatan investasi tersebut, masyarakat luas harus menanggung sendiri semua konsekuensi dan kerugian yang muncul akibat degradasi lingkungan. Pengalaman atas terjadinya degradasi lingkungan di beberapa wilayah di Serang dan Banten pada umumnya, serta wilayah lain di Indonesia seharusnya juga menjadi pertimbangan dan pemberlajaran pemerintah dalam memutuskan perencanaan investasi.
Ketika lingkungan menjadi issu dan agenda utama yang diusung dan menjadi landasan masyarakat untuk menolak rencana investasi, bisa jadi kesadaran itu terbangun sebagai dampak dari gencarnya pemberitaan berbagai media cetak dan elektronik, baik dari lokal, nasional maupun internasional tentang kekhawatiran masyarakat dunia terhadap dampak pemanasan global (global warming). Hal yang sepantasnya kita syukuri, karena dengan tumbuhnya kesadaran itu diharapkan akan terjadi perubahan paradigma dalam pengelolaan lingkungan oleh masyarakat di lingkungannya masing-masing, hal yang sama juga diharapkan tumbuh dari kalangan industri dan pemerintah.
Meskipun dalam kenyataannya lingkungan hidup (environment) lebih banyak menjadi retorika, daripada menjadi semangat dan jiwa yang dimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, lebih menjadi wacana dari pada benar-benar dikelola sebagaimana seharusnya. Kita tentu ingat ketika Pemerintah Kabupaten Serang membuat kebijakan penambangan pasir laut di lepas pantai Desa Lontar beberapa tahun lalu, kebijakan yang sebenarnya sudah ditinggalkan oleh daerah lain karena meninggalkan dampak lingkungan yang parah, bahkan sampai mengancam eksistensi batas negara. Kebijakan yang sempat menjadi kebijakan moratorium penambangan pasir laut secara nasional, tetapi tetap dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Serang, meskipun terjadi penolakan masyarakat, dengan melakukan demonstrasi berhari-hari bahkan sampai bermalam di halaman pendopo kabupaten.
Pemerintah Kabupaten Serang juga belum melakukan kebijakan konstruktif dan komprehesif, atas degradasi lingkungan yang terjadi di Sungai Ciujung, agar masyarakat dapat kembali bisa memanfaatkan Sungai Ciujung untuk berbagai kepentingan pada berbagai musim. Perubahan warna yang cenderung pekat, dengan disertai aroma udara yang berbau busuk dari Sungai Ciujung pada musim kemarau telah dianggap menjadi hal yang biasa, kita semua seperti menjadi imune dengan degradasi Sungai Ciujung. Meskipun untuk degradasi lingkungan Sungai Ciujung masyarakat dari Pontang dan Tirtayasa (pontirta) juga melaku demonstrasi berkali-kali, bahkan sejak bertahun-tahun lalu karena bisnis tambak mereka terganggu. Pemerintah masih juga belum tergerak untuk menyelesaikan permasalahan Sungai Ciujung secara tuntas, selain melakukan pemantauan rutin tanpa tindak lanjut dan terakhir Pemerintah Kabupaten Serang malah menginisiasi pembentukan Forum Peduli Ciujung, padahal Sungai Ciujung berhulu di Kabupaten Lebak, artinya kewenangan pengelolaannya ada di provinsi.
Sama halnya dengan kegiatan reklamasi yang dilakukan oleh pt. Batu Alam Makmur (BAM) di garis pantai Bojonegara, pemerintah juga belum melakukan upaya pencegahan apapun terhadap reklamasi yang diidentifikasi oleh Ahli dari P2O LIPI telah menghilangkan kawasan padang lamun penting di Teluk Banten. Bahkan pemerintah cenderung menyetujui aneka industri yang dibangun di atas lahan hasil reklamasi tersebut, meskipun ada penolakan dari lembaga swadaya masyarakat, beberapa tokoh dan warga masyarakat setempat sertanya adanya pendapat dari ahli lamun tentang kerusakan yang timbul akibat reklamasi tersebut.
Belajar dari kasus-kasus yang terjadi di wilayah Kabupaten Serang, terlihat belum adanya platform jelas dari pemerintah dalam membangun ruang dan koridor kebijakan investasi. Disisi lain dari berbagai kebijakan investasi yang telah diijinkan, cenderung mengabaikan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan dan kepentingan masyarakat luas dalam pemberian ijin investasi.
Ketidak jelasan platform kebijakan investasi, tidak saja rentan terhadap masuknya ‘investasi sampah’ di Kabupaten Serang dan Banten yang berpotensi menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, tetapi juga rentan terhadap konflik sosial, karena penolakan masyarakat terhadap rencana investasi bisa saja terjadi dimanapun dan kapanpun di wilayah Kabupaten Serang dan Banten. Situasi yang tidak lagi kondusif untuk siapapun melakukan investasi, sementara disisi lain ketidak jelasan platform pemerintah, memungkinkan tingginya beban biaya yang harus dikeluarkan oleh investor, karena investor harus mengeluarkan dana untuk berbagai studi kelayakan yang mendukung dan memastikan jaminan keberlanjutan dari investasi yang dilakukan. Padahal seyogyanya berbagai data dan informasi yang diperlukan investor untuk kepentingan investasinya, menjadi fasilitas yang disediakan oleh pemerintah, karena tidak heran bila kemudian negeri kita masuk dalam kategori negara dengan biaya tinggi untuk investasi di dunia.
Bagaimana mungkin investor akan tertarik, kalau tidak ada kepastian hukum, aturan, ketentuan dan jaminan dari pemerintah. Bagaimana mungkin Kabupaten Serang atau Banten mampu bersaing dengan daerah lain atau apalagi dengan Batam dan Singapura, apabila investor yang datang akan bernasib dan mendapatkan perlakukan seperti pt. Tirta Investama? Padahal ada mimpi tentang pembangunan ekonomi yang akan tumbuh dengan pesat di Kabupaten Serang dan Banten, ketika Pelabuhan Bojonegara dibangun kelak.
Jadi bertanyalah pada diri kita, siapkah Serang menjadi bagian dari gerbang investasi Banten? Investasi yang sesuai dengan potensi sumber daya manusia, karakter dan budaya masyarakat Kabupaten Serang sendiri, investasi yang ramah lingkungan dan mampu menggerakan roda perekonomian rakyat secara luas (tole).