Menumbuhkan Kesadaran dan
Meningkatkan Keterlibatan Petani dalam Skema Imbal Jasa Lingkungan
Sacha Amaruzaman*
Sacha Amaruzaman*
Demi menjaga kelestarian serta
mempertahankan penyediaan jasa lingkungan DAS Cidanau, Forum Komunikasi DAS
Cidanau (FKDC) sejak tahun 2003 telah mengembangkan Skema Imbal Jasa Lingkungan
(Payments for environmental services/PES).
Melalui skema ini, industri pengguna jasa lingkungan air DAS Cidanau yang
terletak di hilir memberikan kompensasi berupa pembayaran sejumlah uang, berkisar
dari Rp 1.2 juta s/d Rp 1.75 juta /ha, kepada
beberapa kelompok petani di hulu yang mendapat kontrak jasa lingkungan untuk mengelola
kebun mereka secara berkelanjutan . Pada tahun 2014 ini skema imbal jasa
lingkungan di DAS Cidanau telah memasuk periode ketiga.
Selain untuk meningkatkan kualitas
lingkungan DAS Cidanau, program imbal jasa lingkungan juga dimaksudkan untuk
memperkuat ekonomi masyarakat petani di hulu. Salah satu manfaat dari
peningkatan taraf ekonomi yang lebih baik adalah untuk mengurangi kebiasaan
mereka mendapatkan uang di saat sulit, yaitu menebang pohon yang ada di lahan maupun di kawasan hutan, yang mengakibatkan
turunnya kualitas lingkungan dan air DAS Cidanau.
Salah satu pemanfaat utama jasa lingkungan
adalah Krakatau Tirta Industri (KTI), perusahaan penyedia air bersih di Cilegon
yang menjadi pembeli utama dalam skema jasa lingkungan DAS Cidanau. Apabila
masyarakat menjaga tegakan pohon dan lahannya, maka pasokan air KTI tentunya menjadi
lebih terjaga dan sedimentasi yang berkurang juga akan meningkatkan kualitas air
yang digunakan oleh KTI.
Proses
Pendampingan dan Seleksi Kontrak Jasa Lingkungan
The World Agroforestry Centre (ICRAF),
sejak tahun 2007 telah mendukung FKDC dalam mengembangkan skema imbal jasa
lingkungan di DAS Cidanau melalui berbagai penelitian yang bersifat aplikatif
dalam program RUPES. Di tahun 2014, ICRAF kembali mendukung FKDC melalui
kerjasama dengan Rekonvasi Bhumi, salah satu anggota FKDC, telah melakukan
beberapa kegiatan untuk menyeleksi kelompok yang layak mendapatkan kontrak jasa
lingkungan.
Berdasarkan pembelajaran dari dua periode
kontrak jasa lingkungan sebelumnya, telah dikembangkan proses seleksi yang berbeda
pada periodeini. Melalui analisis
spasial, Rekonvasi Bhumi telah mengidentifikasi area prioritas di hulu DAS
Cidanau, dengan cakupan area seluas 3.300 ha, dimana teridentifikasi 30
kelompok petani potensial di 15 desa di hulu DAS CIdanau (meliputi wilayah
Serang dan Pandeglang) sebagai calon penerima kontrak jasa lingkungan. Rekonvasi
Bhumi juga mereplikasi metode PALA (Participatory Landscape Appraisal) yang
dikembangkan ICRAF, untuk mengidentifikasi permasalahan lingkungan yang ada di
lahan maupun bentang alam di wilayah sub-DAS secara rinci, serta memetakan
kearifan local yang ada untuk memecahkan masalah tersebut. Pada tanggal 6-8 Februari 2014, ICRAF dan
Rekonvasi mengadakan pelatihan Pala kepada para fasilitator, dilanjutkan dengan
replikasi PALA oleh Rekonvasi selama kurun Februari-Mei 2014.
Walaupun jumlah pendanaan yang berasal dari
pemanfaat jasa lingkungan DAS Cidanau semakin
bertambah di setiap periode, namun nilainya masih cukup terbatas dan belum
mampu mencakup semua kelompok di daerah prioritas. Untuk menyiasati hal
tersebut, maka dalam persiapan kontrak jasa lingkungan ke-3, para kelompok
petani tidak hanya mendapatkan pendampingan guna meningkatkan kesadaran
lingkungan mereka, tetapi juga diwajibkan berkompetisi melalui penyusunan
proposal guna mendapatkan kontrak jasa lingkungan.
Proposal yang disusun antara lain mencakup
aspek kelembagaan, rencana kerja pengelolaan lahan dan kegiatan usaha, serta rencana
penggunaan dana (benefit sharing)
oleh kelompok. Saat tulisan ini dibuat, proposal tersebut sedang diseleksi oleh
tim penilai yang terdiri dari anggota FKDC dari perwakilan pemerintah, LSM
Rekonvasi Bhumi, dan KTI. Selain digunakan untuk menyeleksi, kegiatan
penyusunan proposal juga berguna untuk meningkatkan kesadaran anggota kelompok
petani akan lingkungan, serta memicu mereka untuk memikirkan dan mulai
merencanakan kegiatan yang bermanfaat baik bagi lingkungan maupun penghidupan
mereka.
Indikator penilaian
proposal Kontrak Jasa Lingkungan DAS Cidanau 2014-2019
Indikator
|
Komponen penilaian
|
|
Kelembagaan
|
1. Struktur
organisasi
2. Legalitas
organisasi
3. Peraturan
organisasi
4. Data lahan
anggota (luas, jenis dan jumlah pohon)
5. Populasi
tanaman
|
6. Denah
7. Identifikasi
potensi dan permasalahan daerah
8. Rencana
kegiatan kelompok
9. Kelengkapan
administrasi
10. Dokumentasi
kegiatan kelompok
|
Rencana
kerja
|
1. Pemanfaatan
lahan
2. Penjarangan
tegakan pohon
3. Konservasi
tanah dan air
4. Ketahanan
pangan
5. Ketahanan
energy
|
6. Teknologi tepat
guna
7. Pihak yang
terlibat
8. Keterlibatan
perempuan
9. Rencana
keberlanjutan
|
Rencana
penggunaan imbal jasa (benefit sharing)
|
1. Kebutuhan dasar
hidup
2. Pendidikan
3. Kesehatan
|
4. Lapangan kerja
5. Kearifan local
|
Lelang Kontrak Imbal Jasa Lingkungan
Salah satu hal yang menjadi perhatian sejak periode pertama pelaksanaan PES di Cidanau adalah nilai kontrak imbal jasa lingkungan yang jumlahnya tidak mengalami kenaikan signifikan, yaitu Rp 1.2 juta/ha bagi kelompok yang baru mengikuti, dan Rp 1.75 juta/ ha untuk kelompok yang sudah pernah mengikuti skema PES sebelumnya. FKDC telah berupaya menjembatani hal ini dengan KTI, tetapi ada keengganan dari kelompok petani untuk mendapatkan kenaikan yang signifikan. Hal ini mungkin saja dikarenakan kontrol sosial dan keinginan menghindari konflik yang tinggi di dalam kelompok, sehingga secara pribadi para individu anggota kelompok enggan mengemukakan nilai kontrak yang mereka inginkan.
Pada 10-12 Juli 2014 ICRAF dan Rekonvasi
Bhumi mengadakan lelang jasa lingkungan. Lelang jasa lingkungan merupakan
proses penelitian eksperimental yang digunakan ntuk menyingkap preferensi
pribadi akan nilai kontrak jasa lingkungan dari petani di daerah hulu DAS
Cidanau serta meningkatkan kesadaran petani akan nilai lahan yang mereka
miliki. Kegiatan lelang merupakan simulasi dengan melibatkan para anggota kelompok
yang sedang mengikuti seleksi kontrak imbal jasa lingkungan periode ketiga,
dimana dalam lelang penawar terendah akan mendapatkan kontrak jasa lingkungan.
Melalui metode eksperimental lelang
tertutup, diharapkan para peserta akan lebih terbuka mengungkapkan preferensi
nilai kontrak yang mereka inginkan.
Tentunya pada pengantar lelang jasa lingkungan di tiap kelompok, para
fasilitator dari Rekonvasi maupun ICRAF selalu mengingatkan peserta bahwa
melalui lelang ini akan terlihat seberapa tinggi mereka menghargai lahan mereka
untuk jasa lingkungan.
Secara umum, hasil yang diperoleh dari
lelang menunjukkan bahwa para petani di DAS Cidanau sudah merasa cukup dengan
nilai kontrak saat ini. Alasan utamanya adalah karena mereka merasa kontrak
imbal jasa lingkungan adalah semacam bonus. Tanpa kontrak pun mereka cenderung
akan mempertahankan tegakan pohon dan melakukan pengelolaan lahan guna
mendapatkan hasil dari pohon dan mempertahankan pasokan air mereka.
Hanya segelintir petani yang berani
menghargai lahan mereka diatas kisaran nilai kontrak jasa lingkungan. Selain
karena faktor social (malu, enggan, dsb), hal ini dapat dipicu oleh rendahnya
tingkat pendidikan dan keterbatasan informasi yang diperoleh petani. Namun hal
ini memerlukan analisis lebih lanjut yang akan dilakukan oleh ICRAF.
Upaya PES DAS Cidanau sebagai salah satu
mekanisme konservasi DAS yang berkelanjutan merupakan pemicu yang baik untuk
meningkatkan kesadaran konservasi masyarakat . Yang harus kita sadari bersama,
para petani yang berlomba untuk mendapatkan kontrak jasa lingkungan adalah
petani miskin dengan kepemilikan lahan terbatas (rata-rata kurang dari 1 ha).
Tentunya perlu dipikirkan upaya untuk melibatkan para petani dan pemilik lahan
yang jumlahnya cukup besar di hulu, baik melalui mekanisme PES atau mekanisme
lainnya, dalam upaya konservasi DAS Cidanau.
Sebagai salah satu awal pengembangan imbal
jasa lingkungan di Indonesia, sampai saat ini program PES DAS Cidanau senantiasa
belajar untuk mencapai suatu kondisi penerapan skema PES yang ideal. Proses seleksi
kontrak jasa lingkungan DAS Cidanau merupakan pembelajaran baru dalam
perkembangan skema imbal jasa lingkungan di Indonesia, guna mengambil jalan
tengah antara efisiensi di tengah keterbatasan dana dari pembeli jasa
lingkungan dan menumbuhkan kesadaran petani untuk terlibat dalam kegiatan
konservasi. Kita tunggu hasil seleksi periode ketiga dan gebrakan selanjutnya
dari program PES di DAS Cidanau.
*Peneliti
Jasa Lingkungan, World Agroforestry Centre (ICRAF) berbasis di Bogor
No comments:
Post a Comment